Tingkat akurasi sistem berbasis ponsel ini sudah hampir mencapai 100 persen dalam mendeteksi perbedaan tumor jinak dan ganas. Laporan dalam Science Translational Medicine menunjukkan hasil diagnosis 100 persen akurat saat meneliti 20 pasien lain yang diperiksa. Sebagai perbandingan, tes patologi standar pada sampel serupa hanya mencapai tingkat akurasi antara 74 sampai 84 persen.
Ponsel tersebut bisa mengubah perawatan kanker serta mempermudah dokter melacak penyakitnya, sekaligus mengukur tingkat pengobatan yang akan diberikan kepada pasien untuk melawan penyakit degeneratif itu.
Perangkat yang dikembangkan di Massachusetts General Hospital, Boston, Amerika Serikat ini terdiri dari perangkat kecil, yang melalui ponsel pintar akan mendeteksi benjolan yang sering dikhawatirkan sebagai kanker. Perangkat ini terhubung ke mesin MRI yang berukuran mini pula.
Ralph Weissleder lah ilmuwan asal Massachusetts General Hospital, mengembangkan mesin yang disebut nuclear magnetic resonance (NMR), yang memungkinkan mengidentifikasi senyawa kimia dengan mengetahui reaksi mereka di medan magnet.
Peneliti lalu mengambil sampel sel dari benjolan mencurigakan yang terdapat di tubuh pasien, cukup dengan jarum tipis. Lalu magnet pada mesin genggam MRI itu merangsang molekul di dalam sampel sel. Semakin banyak molekul-molekul bergetar, ada kemungkinan itu sel-sel kanker. Dalam jangka satu jam saja dapat diketahui apakah benjolan mencurigakan di tubuh pasien merupakan kanker yang berbahaya atau jinak.
Tes kanker konvensional dilakukan oleh ahli ontologi. Langkahnya adalah dengan mengambil beberapa sel dari benjolan menggunakan jarum besar untuk kemudian dianalisis di laboratorium. Biasanya tes laboratorium semacam ini tidak memberikan kepastian dan tidak cukup efektif karena makan waktu berhari-hari.
Perangkat yang dikembangkan di Massachusetts General Hospital, Boston, Amerika Serikat ini terdiri dari perangkat kecil, yang melalui ponsel pintar akan mendeteksi benjolan yang sering dikhawatirkan sebagai kanker. Perangkat ini terhubung ke mesin MRI yang berukuran mini pula.
Ralph Weissleder lah ilmuwan asal Massachusetts General Hospital, mengembangkan mesin yang disebut nuclear magnetic resonance (NMR), yang memungkinkan mengidentifikasi senyawa kimia dengan mengetahui reaksi mereka di medan magnet.
Peneliti lalu mengambil sampel sel dari benjolan mencurigakan yang terdapat di tubuh pasien, cukup dengan jarum tipis. Lalu magnet pada mesin genggam MRI itu merangsang molekul di dalam sampel sel. Semakin banyak molekul-molekul bergetar, ada kemungkinan itu sel-sel kanker. Dalam jangka satu jam saja dapat diketahui apakah benjolan mencurigakan di tubuh pasien merupakan kanker yang berbahaya atau jinak.
Tes kanker konvensional dilakukan oleh ahli ontologi. Langkahnya adalah dengan mengambil beberapa sel dari benjolan menggunakan jarum besar untuk kemudian dianalisis di laboratorium. Biasanya tes laboratorium semacam ini tidak memberikan kepastian dan tidak cukup efektif karena makan waktu berhari-hari.
0 comments:
Post a Comment