Dalam laga leg kedua babak 16 besar Liga Champions di Stadion Camp Nou, Rabu (9/1/2011) dini hari ini, Barca dituntut menang atau "mati". Ini menyusul kekalahan 1-2 pada leg pertama di bulan Februari.
Di luar dugaan, Barca mendapati Arsenal memeragakan permainan super defensif alias total bertahan. Padahal Arsenal terkenal dengan permainan menyerang. Tapi kali ini yang tersaji adalah empat pemain belakang plus dua gelandang sayap, Samir Nasri dan Thomas Rosicky, berdiri sejajar menjadi tembok pertahanan dengan disiplin tinggi. Ditambah tiga gelandang yang bermain rapat di lini kedua membuat pertahanan Arsenal begitu ketat.
Namun pemain Barca tidak panik. Tidak tergesa-gesa menyerang secara membabibuta. Tak ada ledakan emosi untuk memburu gol dengan cepat.
Dengan gaya khasnya, bermain menyerang dengan memainkan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki yang dikenal dengan istilah tiki taka, Xavi Hernandez dkk bermain tenang dan penuh kesabaran dalam membangun serangan.
Mereka berusaha mendominasi ball possesion dan dengan sabar membuka pertahanan berlapis Arsenal, mencari celah untuk masuk kotak penalti, dan sesekali melakukan eksekusi.
Hingga pertengahan babak pertama Barca mendominasi penguasaan bola dengan 83 % dan 23%. Namun belum juga kunjung mencetak gol. Akan tetapi Lionel Messi dkk tetap sabar dan tak frustrasi.
Dengan terus melancarkan tekanan, Barca tinggal menunggu waktu untuk mencetak gol. Dan akhirnya kesabaran pasukan Pep Guardiola membuahkan hasil lewat pergerakan lincah Andres Iniesta yang dituntaskan oleh Messi dengan skill individu tingkat tinggi.
Kesabaran yang dibungkus mental juara skuad Catalan kembali diperlihatkan di babak kedua. Sempat dikejutkan oleh gol bunuh diri Sergio Busquets, kemudian coba diprovokasi pemain-pemain Arsenal, tak mengubah sikap pasukan Los Fantasticos.
Meski kembali dalam posisi kritis setelah skor 1-1 (agregat 2-3) tak membuat mental mereka langsung down. Mereka tetap tenang.
Hingga akhirnya striker Arsenal Robin van Persie memancing keributan yang kemudian membuat konsentrasi pemain Arsenal goyah, dan pertahanan mereka pun melemah. Barca kembali menikmati indahnya mencetak gol lewat permainan tiktak penuh imajinasi yang dituntaskan Xavi.
Perbedaan sikap antara pemain kedua tim kembali menjadi pembeda. Van Persie yang emosinya sudah meledak harus menerima kartu kuning kedua. Ia pun keluar arena.
Dengan keunggulan satu pemain, Barca tampil lebih menekan untuk mengejar satu gol tambahan. Arsenal yang sudah pasrah, akhirnya harus menyerah. Messi kembali membobol gawang Manuel Almunia lewat titik penalti.
Barca pun melaju ke babak perempatfinal. Sedang Arsenal harus terpental. Musim lalu Barca juga memukul Arsenal di perempatfinal. Yang patut dicermati dari kegagalan Arsenal adalah keputusan Pelatih Arsene Wenger memilih untuk bermain bertahan. Jelas, ini bukan gaya sang Proffesor maupun pasukan The Gunners.
Wenger yang memuja sepakbola menyerang seperti melupakan filosofinya. Ia menepikan prinsip pertahanan terbaik adalah menyerang, yang sekian tahun menjadi keyakinannya dalam bermain.
Tengoklah statistik di laga ini. Sepanjang 90 menit tak ada satu pun tembakan yang dilancarkan Cesc Fabregas dkk ke gawang Barcelona. Kiper Barca, Victor Valdes, praktis nganggur di bawah mistar.
Hanya sekali Valdes dibuat kerja keras saat Jack Wilshere dan Nicklas Bendtner melancarkan serangan balik di menit-menit akhir. Adapun gol Arsenal hanya bersifat hibah.
Akibat keputusan aneh Wenger, yang mengingkari prinsip dan filosofi, Arsenal pun harus melupakan impian ke perempatfinal sekaligus menutup peluang juara Liga Champions. Inilah kegagalan kedua secara beruntun setelah gagal menjuarai Piala Liga dua pekan lalu.
Sang Proffesor harus terbunuh oleh keyakinannya selama ini, bahwa pertahanan terbaik adalah menyerang. Dan, kekalahan Arsenal adalah kekalahan sepakbola bertahan, sebaliknya menjadi kemenangan sepakbola menyerang.
Namun pemain Barca tidak panik. Tidak tergesa-gesa menyerang secara membabibuta. Tak ada ledakan emosi untuk memburu gol dengan cepat.
Dengan gaya khasnya, bermain menyerang dengan memainkan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki yang dikenal dengan istilah tiki taka, Xavi Hernandez dkk bermain tenang dan penuh kesabaran dalam membangun serangan.
Mereka berusaha mendominasi ball possesion dan dengan sabar membuka pertahanan berlapis Arsenal, mencari celah untuk masuk kotak penalti, dan sesekali melakukan eksekusi.
Hingga pertengahan babak pertama Barca mendominasi penguasaan bola dengan 83 % dan 23%. Namun belum juga kunjung mencetak gol. Akan tetapi Lionel Messi dkk tetap sabar dan tak frustrasi.
Dengan terus melancarkan tekanan, Barca tinggal menunggu waktu untuk mencetak gol. Dan akhirnya kesabaran pasukan Pep Guardiola membuahkan hasil lewat pergerakan lincah Andres Iniesta yang dituntaskan oleh Messi dengan skill individu tingkat tinggi.
Kesabaran yang dibungkus mental juara skuad Catalan kembali diperlihatkan di babak kedua. Sempat dikejutkan oleh gol bunuh diri Sergio Busquets, kemudian coba diprovokasi pemain-pemain Arsenal, tak mengubah sikap pasukan Los Fantasticos.
Meski kembali dalam posisi kritis setelah skor 1-1 (agregat 2-3) tak membuat mental mereka langsung down. Mereka tetap tenang.
Hingga akhirnya striker Arsenal Robin van Persie memancing keributan yang kemudian membuat konsentrasi pemain Arsenal goyah, dan pertahanan mereka pun melemah. Barca kembali menikmati indahnya mencetak gol lewat permainan tiktak penuh imajinasi yang dituntaskan Xavi.
Perbedaan sikap antara pemain kedua tim kembali menjadi pembeda. Van Persie yang emosinya sudah meledak harus menerima kartu kuning kedua. Ia pun keluar arena.
Dengan keunggulan satu pemain, Barca tampil lebih menekan untuk mengejar satu gol tambahan. Arsenal yang sudah pasrah, akhirnya harus menyerah. Messi kembali membobol gawang Manuel Almunia lewat titik penalti.
Barca pun melaju ke babak perempatfinal. Sedang Arsenal harus terpental. Musim lalu Barca juga memukul Arsenal di perempatfinal. Yang patut dicermati dari kegagalan Arsenal adalah keputusan Pelatih Arsene Wenger memilih untuk bermain bertahan. Jelas, ini bukan gaya sang Proffesor maupun pasukan The Gunners.
Wenger yang memuja sepakbola menyerang seperti melupakan filosofinya. Ia menepikan prinsip pertahanan terbaik adalah menyerang, yang sekian tahun menjadi keyakinannya dalam bermain.
Tengoklah statistik di laga ini. Sepanjang 90 menit tak ada satu pun tembakan yang dilancarkan Cesc Fabregas dkk ke gawang Barcelona. Kiper Barca, Victor Valdes, praktis nganggur di bawah mistar.
Hanya sekali Valdes dibuat kerja keras saat Jack Wilshere dan Nicklas Bendtner melancarkan serangan balik di menit-menit akhir. Adapun gol Arsenal hanya bersifat hibah.
Akibat keputusan aneh Wenger, yang mengingkari prinsip dan filosofi, Arsenal pun harus melupakan impian ke perempatfinal sekaligus menutup peluang juara Liga Champions. Inilah kegagalan kedua secara beruntun setelah gagal menjuarai Piala Liga dua pekan lalu.
Sang Proffesor harus terbunuh oleh keyakinannya selama ini, bahwa pertahanan terbaik adalah menyerang. Dan, kekalahan Arsenal adalah kekalahan sepakbola bertahan, sebaliknya menjadi kemenangan sepakbola menyerang.
0 comments:
Post a Comment